Bukankah tangisku terdengar seperti tawa?
Atau seketika aku bergelagak dengan tetesan di sudut mataku?
Karena aku. Karena aku sendiri.
Takkan aku mempertanyakan anomali pada jelmaan tragedi.
Dingin. .
Hangat. .
Mendidih. .
Kelakar burung tua yang hangat di tengah hutan dingin,
menggelitik mataku panas.
Masihkah aku bisa sepertinya?
Ketika aku bahkan tidak mengerti dimana bedanya.
0 komentar:
Posting Komentar